LPM AL MIZAN STAIN Pekalongan

By LPM AL MIZAN STAIN Pekalongan




SELAMAT DATANG DI BLOG RESMI
LEMBAGA PERS MAHASISWA AL MIZAN
STAIN PEKALONGAN




Baca Selengkapnya......
 

Oleh Nachrowi

A.Dasar Alqur’an







Artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S. Al-Baqarah/2:30).

Firman Allah yang lainnya :




Artinya : “ Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".

B. Latar Belakang

Mahasiswa (warga) yang baik adalah Mahasiswa yang sadar politik. Benarakah demikian? Tentu, soalanya kesadaran politik merupakan prasyarat penting untuk mewujudkan masyarakat yang adil, demokratis dan manusiawi. Maka tidak cukup jika seorang hanya berperilaku dan bermoral baik, tidak cukup sekedar melakukan upaya revolusi kesadaran terhadap diri sendiri tanpa melakukan transformasi terhadap bangunan kebudayaan dan struktur diluar dirinya, entah itu struktur sosial,politik,ekonomi dan seterusnya.
Dari situlah kemudian terjadi relasi segitiga yang tak ada habisnya, yaitu antar individu, masyarakat dan negara (kekuasaan). Dan pola komunikasi dan relasi yang baik sehat agaknya adalah yang jujur,setara,egaliter dan demokratis. Masing-masing tidak terjatuh pada upaya memaksakan kehendak (naluri kehendak berkuasa) dan merasa diri paling benar dan atau kebal kritik. Artinya tidak ada apa yang disebut sebagai dictator mayoritas maupun tirani minoritas. Untuk membentuk pola relasi dan komunikasi yang baik dan sehat, tentu diperlukan wawasan yang memadai tentang substansi dasar manusia misalnya hak asasi,kemerdekaan,dan juga tentang wacana sosial, politik,hukum pembangunan,negara dan sebagainya, baik wacana yang sifatnya lokal,nasional maupun internasional. Disini selalu ada titik sentuh, kaitan dan gesekan, antara yang lokal, nasional dan internasional.
Bagi warga Negara khususnya mahasiswa yang disebut-sebut agent social of change, wawasan pengetahuan yang diuraikan diatas sangat penting, ketika institusi yang disebut nasion-state (Negara-bangsa) telah dipancangkan diberbagi belahan bumi, dan lembaga state (Negara,kekuasaan) telah ada dimana-mana. (Negara lebih tepat disebut pemerintahan atau kekuasaan) lantas dikemudikan oleh beberapa orange lit,entah itu elit politik,elit ekonomi maupun elit militer. Dan entah mengapa dimanapun dan oleh siapapun yang namanya kekuasaan /pemerintahan selalu punya kecendrungan korup dan otoriter.
Disinilah diperlukan control dari masyarakat (mahsiswa) agar kekuasaan /pemerintahan tidak sewenang-wenang dan tidak menyalahgunakan kekuasaannya. Harapannya,lalu kekuasaan / kepemerintahan bias menata Negara secara demokratis, adil dan mewujudkan kedaulatan rakyat.
Selanjutnya literature tentang kepemerintahan mahasiswa (Student Gorenment) menekankan pentingnya sebuah gerakan mahasiswa dan pembelajaran politik miniature kenegaraan dan juga meningkatkan Agent social of change, social of control, serta social of engineering.

Menurut Keith Davis yang merumuskan tentang sifat umum kepemimpinan dalam suatu pemerintahan ataupun organisasi, harus memiliki :
1.Kecerdasan, artinya seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan lebih dari pengikutnya, tetapi tidak terlalu banyak melebihi kecerdasan pengikutnya.
2.Kedewasaan dan keluasan hubungan social, artinya seorang pemimpin harus memiliki emosi yang stabil dan mempunyai keinginan untuk menghargai dan dihargai orang lain.
3.Motivasi diri dan dorongan berprestasi, sehingga pemimpin akan selalu energik dan menjadi teladan dalam memimpin pengikutnya.
4.Sikap-sikap hubungan kemanusiaan, dalm arti bahwa pemimpin harus menghargai dan memperhatikan keadaan pengikutnya, sehingga dapat menjaga kesatuan dan keutuhan pengikutnya.

Baca Selengkapnya......
 

SEJARAH JURNALISTIK

By LPM AL MIZAN STAIN Pekalongan

oleh : Yuliana Sari
Bendahara Umum LPM Al-Mizan STAIN Pekalongan

Kegiatan jurnalistik sebenarnya sudah lama dikenal manusia di dunia ini, karena selalu hadir di tengah-tengah kita, seiring dengan kegiatan pergaulan hidup manusia yang dinamis, terutama sekali di era informasi dan komunikasi dewasa ini.
Pada zaman dahulu, kegiatan jurnalistik tentu saja masih sangat sederhana dan medianya belum berupa koran, tabloid, majalah, radio, televisi, apalagi internet.
Namun, seiring perubahan dan perkembangan zaman, kegiatan jurnalistik pun mengalami proses yang sangat dinamis. Dengan munculnya media internet, kegiatan dan cabang jurnalistik pun turut berubah. Media massa cetak yang mapan pun harus menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan tersubut, yang ditandai dengan munculnya versi online mereka. Misalnya harian Kompas (Jakarta), harian Media Indonesia (Jakarta), harian Jawa Pos (Surabaya), harian Kedaulatan Rakyat (Yogyakarta), harian Pikiran Rakyat (Bandung), harian Suara Merdeka (Semarang), tabloid olahraga Bola (Jakarta), dan harian Fajar (Makassar). Mereka kini juga muncul dengan versi online yang berita-beritanya dapat diakses secara gratis lewat internet.
Menurut Onong Uchjana Effendy, kegiatan jurnalistik sudah berlangsung sangat tua, dimulai zaman Romawi Kuno ketika Julius Caesar berkuasa. Waktu itu, ia mengeluarkan peraturan agar kegiatan-kegiatan Senat setiap hari diumumkan kepada khalayak dengan ditempel pada semacam papan pengumuman yang disebut dengan Acta Diurna.
Berbeda dengan media masa kini yang datang di rumah para pembaca, pada waktu itu orang - orang yang datang pada media berita. Karena itu, disamping ada keinginan untuk membaca berita pada acta Diurna itu, sekelompok khalayak yaitu para tuan tanah dan para hartawan merasa segan untuk meninggalkan rumah untuk datang di papan berita tersebut. Maka, mereka menyuruh budak - budak yang bisa membaca dan menulis untuk mencatat segala sesuatu yang terdapat di Acta Diurna itu. Dengan demikian, dengan perantaraan para pencatat yang dinamakan Diurnarii, berita datang ke rumah tuan - tuan tanha dan para hartawan tadi.
Dalam perkembangan selanjutnya, para diurnarii tersebut tidak lagi terdiri dari para budak , melainkan juga orang - orang bukan budak yang menjual catatan harian mengenai kegiatan senat itu kepada siapa saja yang membutuhkan. beritanya pun bukan lagi yang bersifat resmi kegiatan Senat saja, tetapi juga berita tidak resmi yang menyangkkut kepentingan umum dan menarik perhatian khalayak. Oleh karena itu, terjadilah persaingan di antara Diurnarii untuk mencari berita dengan menelusuri kota Roma, bahkan sampai keluar kota itu.
Persaingan itu kemudian menimbulkan korban pertama dalam sejarah jurnalistik Seorang Diurnarii bernama Julius Rusticus dihukum gantung atas tuduhan menyiarkan berita yang belum boleh disiarkan (masih rahasia). Berita tersebut adalah mengenai perpindahan seorang pembesar yang menurut anggapan Caesar belum waktunya di beritakan, karena masih dalam pertimbangan, dan jika perpindahan itu akan dilaksanakan harus hati - hati sekali. Jika tidak, akan menimbulkan bahaya. Pada kasus itu terlihat bahwa kegiatan jurnalistik di zaman Romawi Kuno hanya mengelola hal-hal yang sifatnya informasi saja.
Dari peristiwa tersebut menurut sejarah jurnalistik mencatat bahwa Acta Diurna yang terbit tahun 59 sebelum Masehi di Kota Roma pada Zaman Julius Caesar yang berisi tentang kebijakan - kebijakan Kaisar menjadi surat kabar pertama dunia yang ditulis disebarang benda sebab kertas belum ditemukan.
Tetapi kegiatan jurnalistik tidak terus berkembang sejak zaman Romawi itu, karena setelah Kerajaan Romawi runtuh, kegiatan jurnalistik sempat mengalami kevakuman, terutama ketka Eropa masih dalam masa kegelapan (dark ages). Pada masa itu jurnalistik menghilang.
Karena pada masa itu jurnalistik menghilang. Berita disampaikan oleh seseorang kepada orang lain dengan cara diceritakan atau dinyanyikan oleh orang yang disebut ”wandering minstrels” yang berkelana dan tempat yang satu ke temapat yang lain. Cara pemberitaan seperti itu terdapat di Swiss, Inggris, dan perancis. Kalaupun ada pemberitaan secara tertulis itu hanyalah dalam bentuk surat, itu pun mengenai berta dari luar negeri.
Baru pada tahun 105 kertas ditemukan pertama kali oleh orang China bernama Tsai Lun. Dari China, kertas menyebar ke Arab sekitar abad ke-5, dan orang Eropa belajar membuat kertas sekitar abad 16. Penemuan kertas ini mengiring pada lahirnya surat kabar yang dicetak dengan mesin pencetak. Penemua mesin cetak adalah orang Eropa, Johan Gutternberg (1400-1468) yang berasal dari Mainz, Jerman. Ia berhasil menciptakan mesin cetak pad atahun 1456 dan dinamailah Mesin Cetak Guttenberg.
Berkat penemuan kertas dan mesin cetak itulah kemudian surat kabar mulai dicetak. Ada yang meyakini, surat kabar pertama yang bernama Relation pada tahun 1605 dikerjakan oleh Johan Carolus dari kota Strasbourg, Prancis. Surat kabar yang mulai menggunakan kertas dan dicetak lebih terperinci adalah Journal An Sou de Nouvelle yang terbit di Prancis pada masa Napoleon Bonaparte, abad ke-17, berisi tentang perjalanan tentara Napoleon dari kota Pris menuju kota Napoli di Italia.
Di Jerman pada tahun 1609 muncul Avisa Relation oder Zeitung sebagai surat kabar pertama, sedang di Inggris adalah Weekly News yang diterbitkan di London pada tanggal 23 Mei 1622.
Yang dianggap sebagai benar - benar surat kabar yang terbit secara tercetak dan teratur setiap hari adalah Oxford Gazette pada tahun 1665 yang kemudian diganti namanya menjadi London gazette. Adalah Henry Muddiman, editor pertama dari surat kabar tersebut, yang pertama kali memperkenalkan istilah ” news paper ” yang digunakan sekarang ini. Namun, Surat kabar tertua di dunia yang hingga saat ini masih terbit adalah Post-och inrikes Tidningar” dari Swedia yang terbit mulai tahun 1645.
Dengan munculnya pers yang terbit secara tercetak dan teratur seperti itu, negara dan gereja mengeluarkan peraturan - peraturan yang bersifat pembatasan yang mencegah diberitakannya hal - hal merusak norma ( pernicius ), subversif ( subversive ), menghina Tuhan ( blasphemous ) dan lain - lain yang menurunkan derajat manusia. Pembatasan - pembatasan tersebut mengundang tantangan dan protes. Sebagai contoh di Inggris pada tahun 1644 hadir John Milton yang memperjuangkan kebebasan pers, terkenal dengan Areopagitica, A Defense Of Unlicenced Printing. Yang dimaksud dengan kebebasan pers oleh Milton adalah kebebasan mengemukakan pendapat ( liberty to express of opinion ).
Pada abad 17 itu pengaruh Milton sanagat besar terhadap jurnalistik pda waktu itu bukan saja menyiarkan berita yang bersifat informative, tetapi juga opinionatif. Bukan lagi memberitahukan kepada khalayak apa yang terjadi, tetapi juga mempengaruhi masyarakat.
Sejak itu fungsi pers bertambah dari “ to inform “ dengan “ to influence “. Kepeloporan John Milton dalam memperjuangkan kebebasan pers pada abad 17 itu diikuti oleh John Erskine pada abad 18 dengan karyanya yang berjudul “ The Rights of Man ”. Pada abad 18 itulah beralihnya sistem pers otoriter ( authoritarian press ) ke sistem pers liberal ( libertarian press ).
Ada dua perjuangan utama pada abad 18 itu untuk membina prinsip - prinsip liberal yang dipengaruhi oleh pers :
2.Perjuangan yang berkaitan dengan fitnah yang bersifat menghasut ( seditious libel)
3.Perjuangan yang bersangkutan dengan hak pers untuk menyiarkan kebijakan yang dilakukan pemerintah.
Dan prinsip liberal ini mencapai kemenangan dengan dapat terbitnya kebenaran yang di Inggris di bela oleh Parliamentary Act. Dengan demikian pers lebih leluasa dalam menyiarkan beritanya.
Dari sekelumit sejarah jurnalistik diatas mengatakan bahwa jurnalisme yang pertama kali tercatat adalah di masa kekaisaran Romawi kuno, ketika informasi harian dikirimkan dan dipasang di tempat-tempat publik untuk menginformasikan hal-hal yang berkaitan dengan isu negara dan berita lokal. Namun, Dalam beberapa catatan jurnalistik, ada yang menyebutkan wartawan/jurnalis pertama di muka bumi ialah Nabi Nuh. Saat itu, mungkin belum ada istilah wartawan. Tetapi perlu di ketahui, “nabi” itu artinya pembawa berita. Jadi, nabi itu sebenarnya wartawan yang bertugas menyampaikan wahyu (kabar) dari Tuhan. Setiap hari Nabi Nuh selalu mencari berita (wahyu) dari Tuhan, lalu dikomunikasikan kepada umat-umatnya.
Dikisahkan bahwa pada waktu itu sebelum Allah SWT menurunkan banjir besar, maka diutuslah malaikat menemui dan mengajarkan cara membuat kapal laut sampai selesai kepada Nabi Nuh. Kapal tersebut dibuat di atas bukit dan bertujuan mengevakuasi Nabi Nuh bersama sanak keluarganya dan seluruh pengikutnya yang saleh dan segala macam hewan masing-masing satu pasang. Setelah semua itu dilakukan, maka turunlah hujan selama berhari-hari yang disertai angin kencang dan kemudian terjadilah banjir besar. Dunia pun dengan cepat menjadi lautan yang sangat besar dan luas.
Nabi Nuh bersama orang-orang yang beriman lainnya dan hewan-hewan di dalam kapal laut, berlayar dengan selamat di atas gelombang lautan banjir yang sangat dahsyat.

Setelah berbulan-bulan lamanya, Nabi Nuh beserta orang-orang beriman lainnya mulai khawatir dan gelisah, karena persediaan makanan mulai berkurang.
Masing-masing penumpang pun mulai bertanya-tanya, apakah banjir besar itu memang tidak berubah atau bagaimana? Mereka pun berupaya mencari dan meminta kepastian.
Atas permintaan dan desakan tersebut, Nabi Nuh mengutus seekor burung dara ke luar kapal untuk meneliti keadaan air dan kemungkinan adanya makanan.
Setelah beberapa lama burung itu terbang mengamati keadaan air, dan kian kemari mencari makanan, ternyata upayanya sia-sia belaka. Burung dara itu hanya melihat daun dan ranting pohon zaitun (olijf) yang tampak muncul ke permukaan air. Ranting itu pun di patuknya dan dibawanya pulang ke kapal. Atas datangnya kembali burung itu dengan membawa ranting zaitun, Nabi Nuh mengambil kesimpulan bahwa air bah sudah mulai surut, namun seluruh permukaan bumi masih tertutup air, sehingga burung dara itu pun tidak menemukan tempat untuk istirahat. Maka kabar dan berita itu pun disampaikan Nabi Nuh kepada seluruh anggota penumpangnya.
Atas dasar fakta tersebut, para ahli sejarah menamakan Nabi Nuh sebagai seorang pencari berita dan penyiar kabar (wartawan) yang pertama kali di dunia. Malah ada yang menyimpulkan bahwa Kantor Berita pertama di dunia adalah Kapal Nabi Nuh.

SEJARAH JURNALISTIK DI INDONESIA
Seperti halnya di negara - negara lain di dunia, jurnalisik di Indonesia di pengaruhi oleh sistem pemerintahan yang berganti - ganti.
Di Indonesia pers mulai dikenal pada abad 18, tepatnya pada tahun 1744, ketika surat kabar bernama ”Bataviasche Nouvelles” diterbitkan dengan pengusahaan orang-orang Belanda. Pada tahun 1776 terbit di Jakarta juga ”Vendu Niews” yang mengutamakan diri pada berita pelelangan. Ketika menginjak abad 19 terbit berbagai surat kabar lainya yang kesemuanya diusahakan oleh orang-orang belanda untuk pembaca-pembaca orang-orang belanda atau bangsa pribumi yang mengerti bahasa Belanda yang pada umumnya merupakan sekelompok kecil saja.
Surat kabar yang pertama untuk kaum pribumi dimulai pada tahun 1854 ketika majalah " Bianglala ' diterbitkan ; disusul oleh " Bromatani " pada tahun 1885, keduanya - keduanya di Weltevreden, dan pada tahun 1856 " Soerat Kabar Bahasa Melajoe " di Surabaya.
Sejak itu bermuncullah berbagai surat kabar dengan pemberitaan nya bersifat informatif, sesuai dengan situasi dan kondisi pada zaman penjajahan itu. Di Indonesia, perkembangan kegiatan jurnalistik diawali oleh Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia pun menggunakan jurnalisme sebagai alat perjuangan. Di era-era inilah Bintang Timur, Bintang Barat, Java Bode, Medan Prijaji, dan Java Bode terbit.

Pada masa pendudukan Jepang mengambil alih kekuasaan, koran-koran ini dilarang. Akan tetapi pada akhirnya ada lima media yang mendapat izin terbit: Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia.

Sedangkan sejarah pers pada abad 20 ditandai dengan munculnya koran milik bangsa Indonesia. Modal dari bangsa Indonesia dan untuk bangsa Indonesia yakni " Medan Prijaji " yang terbit di Bandung. Medan Prijaji yang dimiliki dan dikelola oleh Tirto Hadisurdjo alias Raden Mas Djokomono ini pada mulanya, yakni tahun 1907 berbentuk mingguan kemudian pada tahun 1910 diubah menjadi harian. Tirto Hadisurdjo ini dianggap sebagai pelopor yang meletakkan dasar jurnalistik modern di Indonesia, baik dalam cara pemberitaan, pemuatan karangan, iklan dan lain - lain.
Ditinjau dari sudut jurnalistik, salah seorang tokoh bernama Dr. Abdoel Rivai dianggap sebagai wartawan yang paling terkenal karena tulisannya yang tajam dan pedas terhadap kolonialisme Belanda. Oleh Adinegoro, Dr. Rivai diberi julukan " Bapak Jurnalistik Indonesia ", dan diakui oleh semua wartawan pada waktu itu sebagai kolumnis Indonesia yang pertama.

JURNALISTIK SESUDAH PROKLAMASI
Kemerdekaan Indonesia membawa berkah bagi jurnalisme. Pemerintah Indonesia menggunakan Radio Republik Indonesia (RRI) sebagai media komunikasi. Menjelang penyelenggaraan Asian Games IV, pemerintah memasukkan proyek televisi. Sejak tahun 1962 inilah Televisi Republik Indonesia (TVRI) muncul dengan teknologi layar hitam putih.
Di masa kekuasaan presiden Soeharto, banyak terjadi pembreidelan (pemberangusan) media massa. Kasus Harian Indonesia Raya dan Majalah Tempo merupakan dua contoh nyata dalam sensor kekuasaan ini. Kontrol ini dipegang melalui Departemen Penerangan (Deppen) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Titik kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie menggantikan Soeharto sebagai Presiden RI, pada 1998. Banyak media massa yang muncul kemudian dan PWI tidak lagi menjadi satu-satunya organisasi profesi kewartawanan. Kegiatan jurnalisme diatur dengan Undang-Undang Penyiaran dan Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan Dewan Pers.
Ditinjau dari segi kualitas dan kuantitas, sejarah perkembangan pers dan jurnalistik di Indonesia sejak itu menggembirakan dan membanggakan. Pada tahun 1988 tercacat 263 penerbitan pers, 60 di antaranya berupa surat kabar harian dan sisasnya berupa majalah, tabloid, dan buletin.
Pada tahun 1992 jumalh tersebut meningkat menjadi 277 penerbitan pers. Dan jumlah tiras atau oplah penerbitan pers setiap kali terbit pada tahun 1988 sebanyak 10.783.000 eksemplar dan pada tahun 1992 menjadi 12.076.496 eksemplar.
Mengenai jumalh karyawan pada tahun 1988 sebanyak 3.708 orang meningkat menjadi 5.345 orang denga kualifikasi sarjana 3.3361 orang atau 61,20 % dan sisanya berpendidikan SLTA.

Baca Selengkapnya......
 

Dapatkan Tulisan Terbaru Dengan Gratis. Masukan Email kamu:

Delivered by FeedBurner

ARCHIVES