Perkembangan LPM Al-Mizan

Lembaga pers mahasiswa (LPM) Al-Mizan merupakan satu-satunya lembaga pers mahasiswa yang ada di STAIN Pekalongan semenjak berdirinya STAIN Pekalongan pada 1997 (dulu Fak. Syariah IAIN walisongo Semarang). Surat keputusan pendirian Al-Mizan dikeluarkan oleh ketua STAIN Pekalongan dengan nomor SK: ST/23/K-0/pp.009/333/1997.

Semenjak berdirinya (1997), Al-Mizan sempat vacum sampai hampir 3 tahun. Lahirnya kembali (reborn) Al-Mizan dilatarbelakangi oleh sebuah keprihatinan dan keinginan agar dunia jurnalistik (tulis manulis) dapat dibudayakan di STAIN Pekalongan pada khususnya. Maka pada tahun 2000, para senior Al-mizan mengumpulkan beberapa mahasiswa baru untuk diberi amanah meneruskan perjuangan dan mengibarkan bendera kabesaran Al-mizan kembali. Muhammad Nizam Baequni terpilih sebagai ketua atau pemimpin umum sekaligus pemimpin redaksi pertama setelah reborn.

Menejerial dan kebijakan-kebijakan redaksi menjadi bidikan utama dari kepemimpinannya. Hal ini dapat dimaklumi karena orang-orang yang duduk dalam strukturr kepengurusan Al-mizan adalah orang-orang baru yang belum begitu banyak mengenal dunia kejurnalistikan, sehingga perlu penataan manajerial.

Sampai pada bulan Mei 200, diadakanlah pendidikan dan pelatihan (Diklat) Jurnalistik yang dimotori oleh Al-mizan dengan seluruh fasilitas dari STAIN Pekalongan. Dikalt yang diadakan selama 4 hari ini menghadirkan instruktur dari tim Suara merdeka, Jawa Pos, Aliansi Junalistik Independen semarang, dan beberapa praktisi jurnalistik lokal, dengan diikuti oleh 30 peserta.

Pada akhir Diklat, seluruh peserta langsung dibawa ke kantor redaksi suara merdeka di Semarang dan langsung melihat dengan jelas bagaimana alur berita itu masuk, kemudian diedit dan masuk cetak. Disamping ke Suara Merdeka, para peserta juga mengunjungi kantor redaksi TVRI Semarang.

Dengan berbekal pengetahuan selam Diklat itulah, para awak Al-Mizan kemudian bekerja ekstra keras untuk menerbitkan majalah yang dulu pernah terbit sebanyak 3 edisi.
Al-mizan kemudian mengajukan permohonan untuk diberi tempat sekretariat, yang kemudian oleh pihak rektorat diberi lokal di bawah anak tangga di gedung C. Sehingga pada saat itu muncul anekdot bahwa anak-anak Al-mizan adalah anak gelandangan, karena tidurnya di bawah jembatan anak tangga. Perlengkapan kantor pun sedikit demi sedikit mulai dilengkapi, mulai dari meja, karpet, almari, sampai perangkat komputer yang dibeli dengan uang saku para peserta Diklat yang diadakan oleh Al-Mizan tersebut.

Pada masa kepemimpinannya ada sedikit gejolak dengan beberapa mahasiswa berkenaan dengan dana iuran Al-Mizan yang dipungut dari mahasiswa. Demo penentangan itu berlangsung agak anarkis, karena para demonstran (yang rata-rata maahsiswa baru) sempat menyegel dan mencoret-coret kantor Al-Mizan. Hingga Al-Mizan perlu mengeluarkan semacam Pledoi, yang kemudian dimuat di majalah Al-Mizan edisi 7/Mei/2002 halaman 5. yang intinya penarikan dana Al-Mizan itu sudah sesuai dengan prosedur dan tidak menyalahi aturan yang ada sebagaimana tuntutan para demonstran yang menganggap bahwa penarikan dana Al-Mizan untuk penerbitan itu ilegal.

Setelah periode kepemimpinan Nizam Baequni berakhir, Al-Mizan kemudian mengadakan Mubes (Musyawarah Besar) yang mengagendakan laporan pertanggungjawaban pengurus Al-Mizan periode 2001/2002 dan kemudian memilih kepengurusan periode selanjutnya.
Dalam Mubes Al-Mizan tersebut terpilih Muhammad Firdaus sebagai Pemimpin Umum. Dalam kepemimpinannya, ia memberikan skala prioritas untuk peningkatan kualitas majalah dan perekrutan anggota baru. Disadari dengan penuh, bahwa perlu ada pengkaderan bagi calon-calon anggota sehingga mereka mempunyai sedikit bekal untuk terjun ke dunia jurnalistik. Penataan administrasi juga menjadi bagian dari prioritas kepemimpinannya.

Para anggota baru yang sudah direkrut langsung diberi semacam pendalaman materi secara rutin setiap minggunya, diantaranya; keorganisasian dan manajemen redaksional diisi oleh Nizam Baequni, teknik menulis oleh Firdaus, Nailil, Ratna, Wiwik dan Mumtazah, setting dan lay out serta komputer oleh Agus dan Sarwani.
Periode firdaus berakhir pada tahun 2003 yang kemudian dalam Mubes Al-Mizan terpilih Agus Widodo sebagai Pemimpin Umum dan Khaerul Hakim sebagai Pemimpin Redaksi.
Dalam kepemimpinannya, Agus Widodo memberikan stressing point pada penataan administratif organisasi, kebijakan redaksional berkaitan dengan penempatan rubrik dan pengembangan terbitan Al-Mizan.

Dalam rangka pengembangan penerbitan inilah, Al-Mizan kemudian menerbitkan bulletin pemilu raya (rekaman peristiwa dan berita seputar pemilu pemilihan presiden BEM STAIN Pekalongan) dan bulletin Suara Mahasiswa, yang memuat perkembangan wacana dan berita yang terjadi di Kampus STAIN Pekalongan.

Pada masa kepemimpinan Agus Widodo ini, gejolak penentangan terhadap penarikan dana Al-Mizan kembali menyeruak, hingga sempat akan ada demo besar-besaran menentang Al-Mizan. Tetapi setelah diadakan lobi kepada kelompok mahasiswa yang akan mendemo, akhirnya demo tersebut tidak sempat terjadi, dan yang terjadi justru dialog terbuka antara Al-Mizan dengan para demonstran dengan mediator Ketua STAIN Pekalongan.
Tongkat estafet kepemimpinan Al-Mizan setelah akhir periode Agus Widodo dilanjutkan oleh Khaerul Khakim yang terpilih lewat Mubes Al-Mizan pada bulan Juni 2004.

Selanjutnya setelah periode Khaerul Khakim berakhir dilanjutkan oleh Ahmad Yusuf (2005/2006), Ahmad Masroni pada tahun (2006/2007) dan karena terjadi krisis anggota maka pada periode 2007/2008 terpilih kembali Ahmad Masroni sebagai Pemimpin Umum dan Fiki Porniadi sebagai Pemimpin Redaksi. dan pada periode selanjutnya (2008/2009) terpilih Fiki Porniadi sebagai Pemimpin Umum dan M. Afdul Fitri sebagai pemimpin redaksi.